Dilema Sekolah Tatap Muka
Tahun ajaran baru (2021/2022) akan segera dimulai namun pandemi tak kunjung usai sedangkan dampak dari sekolah ditutup proses pembelajaran semakin terasa tidak efektif karena sudah terlalu lama anak tidak melakukan tatap muka langsung dengan gurunya di sekolah bahkan peserta didik baru ada yang baru 1 kali menginjakkan kaki di sekolahnya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memang sudah memberikan sinyal untuk membuka sekolah dengan beberapa ketentuan yang harus diikuti oleh sekolah dan yang pasti tenaga pendidik dan kependidikan sudah menerima vaksin sebanyak 2 kali.
Beberapa hasil survei menunjukkan bahwa efektivitas dari proses pembelajaran jarak jauh yang telah dilakukan selama ini sangat rendah sehingga menimbulkan yang namanya “Learning Loss“ dimana anak-anak telah kehilangan semangat atau motivasi belajar. Tentunya hal ini tidak dapat dibiarkan tetapi kita juga tidak dapat menomor duakan kesehatan Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dari hasil diskusi penulis dengan beberapa anak sekolah dalam sebuah kesempatan non formal, semua mengatakan sudah mulai jenuh dengan belajar melalui laptop, smartphone maupun device lain, jenuh dengan belajar di kesendirian tanpa teman-temanya di sekolah dan ingin segera kembali ke sekolah.
Dalam sebuah survei kecil yang penulis lakukan melalui media online untuk orang tua yang menanyakan “apakah setuju anaknya melakukan tatap muka atau tidak?” sekitar 76% menyatakan setuju untuk tatap muka.
Dari hal tersebut, penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan:
- Peserta didik kita sudah lelah belajar dengan kondisi saat ini.
- Orang tua sudah mulai lelah mengajar dan membimbing anak-anaknya untuk belajar di rumah.
- Kebanyakan peserta didik dan orang tua berharap sekolah tatap muka dapat segera dimulai.
Melihat kondisi tersebut, penulis memahami mengapa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menyampaikan untuk segera membuka sekolah di tahun ajaran baru merupakan salah satu langkah untuk mencegah terjadinya learning loss yang lebih tinggi di Indonesia karena learning loss akan memberikan dampak bagi peserta didik kita saat ini maupun di masa depannya.
Pada dasarnya, penulis setuju untuk dilakukan proses pembelajaran tatap muka namun dengan beberapa ketentuan seperti yang penulis dapat sampaikan berikut ini:
1. Sekolah memberikan jaminan penerapan Protokol Kesehatan (Prokes) yang ketat.
Orang tua pastinya tidak akan mengijinkan anaknya ke sekolah jika tidak ada jaminan penerapan prokes di sekolah. Mulai dari sterilisasi, tempat cuci tangan, social distancing, dan lain sebagainya di luar dari prasarana pendukung penerapan prokes.
Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua sekolah memiliki kemampuan dalam menerapkan hal tersebut, dan tugas dari Dinas Pendidikan untuk memastikan hal tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Bagi sekolah yang tidak mampu untuk menerapkan prokes sebaiknya meminta bantuan dari pemerintah melalui lembaga terkait ataupun masyarakat untuk memberikan bantuan dan jika sekiranya tidak memungkinkan menerapkan prokes dengan baik sebaiknya menunda untuk melaksanakan tatap muka.
2. Peserta didik dipastikan dalam kondisi sehat.
Pastikan mereka sehat sebelum ke sekolah hal ini dapat dipastikan dengan menyampaikan kuesioner sebelum mereka masuk ke sekolah yang memastikan jika mereka benar-benar sehat selama di sekolah.
3. Metode Hybrid Learning.
Melihat kondisi dan keadaan yang ada saat ini akan sangat sulit jika semua anak harus masuk ke sekolah secara bersamaan, oleh karena itu kita dapat melakukan dengan metode Hybrid Learning dimana sebagian anak di sekolah dan sebagian lagi secara online melalui video conference. Guru tentunya harus belajar kembali bagaimana menerapkan hal tersebut dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
4. Guru telah mendapatkan Vaksin.
Pastikan semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sudah mendapatkan vaksin karena hal ini akan berdampak pada keselamatan mereka sendiri. Dari beberapa media yang penulis lihat jika di sebuah sekolah ada yang terpapar Covid 19, Guru menjadi yang pertama yang terkena sehingga hal ini menjadi perlu sebagai salah satu perhatian dari pemangku kebijakan dalam bidang pendidikan.
5. Evaluasi berkala.
Sekolah harus melakukan evaluasi berkala dalam proses pelaksanaan untuk memastikan tidak ada satupun standar yang dilanggar karena hal tersebut akan berdampak pada proses pelaksanaan pembelajaran, jika sekiranya ada yang terpapar maka sekolah harus segera ditutup dan lakukan tracing untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.
Apapun kondisinya kita harus berusaha untuk mencegah terjadinya learning loss pada generasi pengganti kita, Covid 19 belum tahu kapan berakhir karena itu masih dibutuhkan ekstra kerja keras dari kita semua untuk memastikan anak kita tetap belajar dan belajar.
Salam Merdeka Belajar.
Add Comment