Memunculkan Tanya Menggunakan Empati
Di saat kita masih kecil tentunya kita akan bertanya kepada orang tua kita atau orang di sekitar kita mengenai hal-hal yang ada di sekitar kita ataupun mengenai hal-hal yang baru kita lihat. Ini karena ada rasa ingin tahu atau penasaran di waktu kita masih kecil, bertumbuh, dan memiliki keinginan belajar yang masih sangat tinggi.
Tetapi ketika memasuki usia remaja, di saat Guru bertanya di kelas “Anak-anak ada pertanyaan?” rata-rata semua terdiam dan cenderung malu bertanya dikarenakan ada rasa takut di cap sombong sama teman-temanya sehingga pada saat dewasapun rasa ingin bertanya itu hilang sama sekali dan cenderung menghadapi segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya hanya dengan kata pasrah.
Kita tidak menyadari sepenuhnya bahwa bertanya memiliki manfaat yang besar dalam hidup kita, misalkan ketika kita menghadapi suatu masalah tentunya yang muncul pertama adalah pertanyaan untuk menganalisa.
Misalkan ketika kita merasa hidup kita stagnan dan tidak ada perkembangan maka yang muncul pertama kali untuk mengetahui penyebabnya adalah dengan bertanya: “Mengapa hidup saya stagnan? Apa yang harus saya lakukan untuk mengubah hidup saya? namun karena kita tidak pernah dilatih untuk bertanya dan menganalisa maka cenderung kita hanya diam dan menerima apa yang terjadi dengan lapang dada tanpa ada keinginan untuk bangkit.
Kemampuan bertanya peserta didik harus dibangkitkan kembali, salah satunya adalah dengan terlebih dahulu dengan memunculkan rasa empati siswa.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), empati dikatakan sebagai keadaan mental yang membuat seseorang merasa mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.
Dan rasa empati orang Indonesia dari berbagai sumber yang selama ini penulis baca sangat rendah sekali.
Hal itupun terlihat jelas dengan kejadian yang baru-baru ini terjadi dimana ada penolakan bagi tenaga medis yang tinggal di lingkungan rumahnya karena Rumah Sakit tempat dia bekerja ada pasien Covid 19, ada tenaga medis yang diusir dari kost/kontrakan karena pemiliknya takut tertular, bahkan penolakan jenazah tenaga medis yang meninggal karena terpapar Covid 19 ketika merawat pasien corona dan itu sangat menunjukkan rasa empati masyarakat kita yang sangat rendah.
Guru sebagai garda terdepan dalam menciptakan generasi-generasi pengganti dimasa yang akan datang memiliki tugas untuk membangkitkan/memunculkan rasa empati generasi kita dimasa yang akan datang.
Salah satu langkah awal adalah dengan memunculkan rasa empati mereka terhadap materi yang diajarkan oleh Guru sehingga para peserta didik memunculkan empati terhadap materi ajarnya sehingga rasa empati mereka dapat terpupuk dari sejak zaman ke sekolah sampai dengan dewasa.
Ada berbagai macam cara untuk memunculkan rasa empati termasuk seorang Guru. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membangkitkan rasa empati peserta didik terhadap sebuah materi, diantaranya :
- Memunculkan Gambar, Video yang berkaitan dengan materi. Dengan menonton atau melihat sebuah gambar atau video akan memunculkan rasa empati kepada peserta didik. Misalkan materinya mengenai Lingkungan hidup. Kita bisa menunjukkan gambar-gambar mengenai kerusakan lingkungan atau video terjadinya banjir bandang di sebuah daerah akibat dari perbuatan dari masyarakatnya yang tidak merawat/menjaga lingkungannya.
- Praktek secara langsung. Peserta didik dapat kita ajak untuk terjun langsung dengan turun langsung ke dalam masyarakat. Misalkan ajak mereka untuk ikut membantu para tukang sapu di jalan sehingga mereka dapat merasakan betapa berat dan besarnya tanggung jawab para penyapu jalan sehingga hal ini akan memunculkan empati kepada petugas kebersihan dan tidak melakukan tindakan yang membuat pekerjaan tukang sapu jalan lebih berat seperti membuat sampah sembarangan.
- Menjadi contoh. Peserta didik pada umumnya masih dalam usia mencontoh, dengan kata lain para peserta didik akan mencontoh apa yang dia lihat atau dengar. Nah, Guru dan Orang tua harus dapat menjadi contoh dalam mempraktekkan rasa empati sehingga secara tidak langsung mereka akan tinggal di lingkungan yang memiliki rasa empati yang tinggi.
Jika dilihat dari hal yang dapat dilakukan oleh Guru, sebenarnya dalam memunculkan rasa empati merupakan tangung jawab bersama termasuk dalam hal ini adalah lingkungan khususnya keluarga. Guru memiliki waktu yang terbatas dan kemampuan yang terbatas juga dikarenakan dia harus menangani puluhan anak sedangkan orang tua hanya menangani beberapa anak.
Jika seorang anak telah memiliki rasa empati terhadap sebuah materi akan diikuti juga dengan rasa penasaran atau rasa ingin tahu yang mereka tuangkan dalam sebuah pertanyaan akan hal yang telah dia lihat atau dia rasakan dan semakin sering muncul rasa empati maka semakin sering pula dia akan bertanya dan jika hal tersebut dipupuk secara terus menerus maka kelak dia dewasa akan memiliki empati yang tinggi terhadap lingkungannya. Tetapi satu hal yang perlu diingat adalah Guru mungkin bisa menumbuhkan rasa empati tetapi yang memupuk adalah Orang tua dan lingkungan.
Salam Merdeka Belajar.
Add Comment